Begitu banyak
serba-serbi terjadi hari ini. Ada mitos yang bilang bahwa kalau pagi hari uda
dimulai dengan hal-hal negativ misal telat bangun dll maka sampek malam juga
bakal kayak gitu terus. Gak tau juga itu bener ato tidak. Tapi apa yang terjadi
hari ini bener2 menguji kesabaran banget. Pffftttt....Bisa dibayangin, mulai
tadi pagi aku uda gak bangun qiyamullail. Mungkin aku kecapean ato kenapa
sehingga aku bahkan gak denger alarmku bunyi pukul 3 tadi. Tapi alhamdulillah walapun aku absen lail tapi
aku masih bisa ikut shalat shubuh berjamaah ke mushalla.
Kalau biasanya habis
shalat shubuh aku bisa santai baca al’ma’sturat, hari ini beda. Karena kemaren
malem aku nggak sempet prepare materi siaran jadinya pagi ini aku singkat baca
al ma’tsurat dan buru-buru cari bahan siaran. Uda aku belain pagi-pagi online
tapi internet leleeeeeeeeeeeettttttt...Jadinya sampe setengah sembilan aku baru
selese cari bahannya. Padahal aku harus mengudara pukul 9 dan saat itu aku juga
masih belum mandi. Waduh..Jadinya aku harus bisa memanfaatkan detik2 waktu yang
tersisa itu dengan sistem kebut anti benjut. Mandi buru-buru, shalat dhuha di
waktu yang terhimpit. Sarapanpu hasilnya cuman sempet dengan segelas minuman
sereal istant. Tapi aku harap ini bukan awal sebuah kekelaman. Karena sungguh
saat itu aku sama sekali tidak berfikir keburukan bakal terjadi secara beruntun
seperti mitos yang diyakini banyak orang kalau pagi uda berantakan maka sampek
malam bakal berantakan.
Aku berangkat dengan
tetap optimis. Dan alhamdulillah siaran hari ini bisa aku lalui dengan lancar.
Aku fikir cukup sudah ini jadi sanggahan mitos yang beredar di masyarakat kita
itu.
Hari ini aku punya
rencana buat ganti uang gamis Bu dina sekalian bayar uang DVD yang diambil
putriku berapa waktu lalu di studio. Dan karena waktu itu uangku 100ribu
jadinya aku harus menukar uangku dulu menjadi pecahan biar bisa dibagi untuk 2
pembayaran itu. Nah aku coba tukar uang di toko depan studio. Dengan ramah Ibu
pemilik toko membawa uangku utuk mencari uang pecahan sebagai gantinya. Tapi
sayang ternyata uangnya baru aja dibawa ke pasar oleh si suami jadinya Ibu tadi mengembalikan
lagi uang 100rbku. Kemudian aku coba pergi ke toko lain yang tidak jauh dari
toko tadi. Seperti yang aku katakan ke Ibu pemilik toko pertama, di toko ini
aku juga bilang ingin tukar uang. Tapi tidak seperti tanggapan Ibu di toko
pertama, Ibu di toko ini nanggepin permintaanku itu dengan nada dan kata-kata
yang tidak enak banget. Gimana aku bisa bilang enak, bayangin sendiri aja Ibu
penjual tadi malah nyuruh aku bawa uang itu ke Bank. Kurang lebih begini
katanya, “ Gak bisa Mbak, Silahkan Mbak ke toko manapun pasti tidak bisa kalau
hanya tukar uang saja. Jadi Mbak tukar saja ke Bank.”
“Klo gitu saya beli kuenya deh Mbk.” Jawabku tenang
menanggapi.
“Gak bisa Mbk nanti beli kuenya Cuma 1000 tukar uangnya 100ribu. Tukar di Bank saja. Bawa ke
Bank saja Mbak.” Suruh Ibu tadi dengan nada dingin dan mimik wajah yang
menyepelekan.
Huuuuuhhhh..Berdegup
kencang oh hatiku. Penggalan lyric lagu laluna ini cocok untuk mengagambarkan
suasana hatiku saat itu.Tapi bukan berdegup karena terserang virus merah jambu
tapi berdebar karena dijalari rasa emosi. Heran aku sungguh heran bukan
kepayang. Aku ini mau tuker uang, BUKAN NGEMIS. Kenapa harus segitunya sama
aku. Kalaupun emang tidak boleh kan seharusnya Ibu itu bisa bilang bagus-bagus
ke aku. Lagian apa ruginya sih nukerin uangnya, lagian kan tidak membuat jumlah
uangnya berkurang...Tapi inilah hidup diisi dengan berbagai macam manusia
dengan berbagai macam cara dan prinsipnya dalam menjalani hidup. Masih dengan
perasaan agak dongkol, aku sebenernya ingin cabut aja dari toko itu. Saat aku
ingin beranjak melangkahkan kaki ke luar dari toko anakku menyeretku dan minta
dibelikan kue ini dan itu. Karena aku lihat di sana ada beberapa keperluan yang aku butuhkan jadi sekalian aku
beli aja. Seperti agak malu atau terpaksa Ibu itu menerima uang pembayaranku.
Uang 100rb yang sebenarnya ingin aku tukar tadi. Dia cermati uang itu. “sobek
uangnya Mbak, sulit kalau uang gini.” Kata Ibu itu sambil mengembalikan uangnya
padaku. Aku lihat uang yang sudah berpindah ke tanganku lagi itu. sebelumnya
aku bener-bener tidak tau kalau uang itu ada yang sobek. Karena kertas uangnya
masih lumayan licin. Trnyata emang bener, ada sobek sekitar setengah centi.
Cacat yang kurang masuk akal untuk jadi alasan ditolaknya pembayaranku, karena
selama ini pengalamanku uang yang lebih parah dari itu aja masih diterima buat
pembayaran. Yah mungkin itu cuman alasan aja untuk tidak menerima pembelianku
karena mungkin beliunya malu. Barang belanjaan yang uda aku pegang diminta
lagi. Bbrrrrrr.......
Emosi uda meledak-ledak
di dadaku sebenernya saat itu, tapi aku berusaha menahan diri biar tidak
terbawa suasana hati. Aku beranjak dari toko itu dan balik ke studio. Ku ambil
uang 100ribu lainnya dan sebelum balik lagi ke toko itu aku cermati uangku
untuk memastikan tidak cacat lagi. Di sepanjang jalan hatiku bergulat antara
dua pilihan hebat. Aku bayar belanjaanku tadi dengan uang pas yang artinya aku
tidak jadi dapat uang pecahan yang aku butuhkan atau aku tatap membayar dengan
uang 100ribu tadi sehingga aku bisa dapat uang pecahan. Pergulatan itu bukan
tanpa maksud. Sebenarnya aku ingin aja mengikuti kata hatiku untuk ambil barang
yang aku beli dengan uang pas jadinya kan dagangannya laku dan aku tidak jadi
minta bantuuan tuh orang buat nukerin uang aku. Sampai masuk ke dalam toko itu,
sambil menunggu Ibu penjual itu melayaniku hatiku terus bergulat antara 2
pertanyaan itu.. Sambil kupegang dua lembar uang puluhan ribu dan ratusan ribu
aku sibuk dengan pemikiranku. Dan saat Ibu itu datangpun aku masih bimbang.
Dengan agak jaim aku bilang, “Saya mau ambil barang
yang saya beli.”
“Jadi beli barang yang tadi?”, dengan nada yang
berubah menjadi ramah Ibu tadi menanyaiku.
“Iya.” Jawabku singkat.
Kemudian Ibu itupun
memasukkan barang-barang belanjaanku yang sudah ditata di etalase ke dalam
kantong kresek lagi. Setelah beliau menghitung total yang harus aku bayar,
kemudian aku sodorkan uang 100ribu. Huuuh
lega, akhirnya aku bisa memenangkan bisikan buruk hatiku. Aku fikir lagi, buat
apa aku menuruti bisikan syetan untuk membeli barang Ibu itu tapi dengan maksud
ingin mempermalukan beliau. Tidak akan ada manfaatnya aku menuruti emosi. Gak
akan ada kebaikan yang aku dapat. Kalau aku bikin Ibu itu malu pastinya aku
dosa, ditambah lagi aku tidak akan mendapat apa yang sebenarnya menjadi tujuan
awalku untuk mendapat uang pecahan. Alhamdulillah aku bisa mendapat hikmah dari
kejadian ini. Kapan-kapan lagi aku tidak akan mengulangi kesalahan di tempat
yang sama. Gak akan ada lagi namanya tuker uang di toko. Karena toko emang
bukan tempat tuker uang. Walaupun beberapa orang bisa berbaik hati untuk
menerima itu, tapi untuk cari amannya lebih baik aku membelanjakan uang dengan
sedikit barang untuk mendapat pecahan recehannya. Lega banget bisa keluar dari
toko itu tanpa amarah. ^__^
Saat itu sebenarnya
matahari sudah berada dipuncaknya, namun tidak seperti biasanya hari ini tidak
ada terik yang menyengat karena matahari sepertinya harus rela bersembunyi di
balik awan pekat yang akan membawa
gerimis. Adzan penanda panggilan Allah untuk menunaikan shalat dhuhur
dikumandangkan. Sebelum meneruskan perjalanan pulang ke rumah aku memutuskan
mampir ke masjid terdekat untuk memenuhi panggilanNya. Sianng itu suasan masjid terlihat sangat
lenggang. Hanya 2 jamaah yang mengisi shaf wanita sebelum aku datang. Akupun
segera menyusul dan menyambung shaf di sampingnya. Rakaat demi rakaat wajib dan
sunnah sudah tertunaikan. Dan akupun keluar dari masjid menuju tempat aku melepas
alals kakiku. Kaget aku melihat sepatuku yang kelihatan aneh dengan aksesoris
yang sudah tidak ada lagi. Bebrapa waktu lalu aku emang baru beli sepatu baru.
Dan senang banget saat aku bisa mendapatkan sepatu itu, selain tampilannya unik
berhias imitasi berlian sepatu itu juga nyaman banget dipakainya.Tapi sekarang
aksesoris berlian yang ada di sepatu bagian kanan sudah tidak ada lagi.
Aku fikir kurang
kerjaan banget tuh orang yang sempet-sempetnya ngambil alsesoris sepatu. Apa
gunanya gitu lo. Bukan suudzon atau gimana, karena aku yakin waktu aku masuk
masjid emang sepatuku masih utuh. Dan aku tidak merasa tersandung atau apa kok.
Jadi ya insyallah 99.9% aku yakin aksesoris itu hilang saat aku sedang shalat. Lagian itu berlian kan cuman imitasi
aja, masak masih mau ambil juga. Kenapa tidak dua-duanya aja, kenapa cuman
sebelah yang diambil. Trus aku berfikir siapa coba yang ngambil, sementara saat
itu masjid juga sedang sepi. Tapi di
halaman masjid saat itu ada beberapa anak-anak yang sedang bermain sepak bola
siapa tau mereka yang usil nyuri aksesoris sepatuku, namanya juga anak-anak.
Aku coba menghampiri anak-anak itu. Walaupun kesannya seperti kebangetan,
aksesoris sepatu aja dicariin, tapi kan harus tetep usaha siapa tau bisa ketemu. Tapi sayang anak-anak
itu tidak ada yang tau, atau gak mau tau, atau bahkan pura-pura gak tau. Aku
gak tau mana yang benar dan akupun gak bisa menuduh mereka.
Dari kejadian ini aku dibuat mengerti lagi dan
benar-benar merasakan pesan ilmu tukang parkir.” Tukang parkir tidak merasa
sedih sat mobilnya diambil satu persatu oleh pemiliknya karena ia tidak merasa
memiliki, ia hanya merasa dititipi.” Dan sekarang ilmuku itu diuji. Mulai dari
kehilangan hal kecil yang aku sukai. Apa aku ikhlas dan rela kalau ternyata aku
harus kehilangan benda yang aku sukai. Karena jujur aku emang sering dibuat
was-was karena sepatu itu. Saat sedang mengikuti kajian misalnya, dimana saat
itu aku kumpul dengan banyak orang dan mengharuskanku melepas sepatu bercampur
dengan sepatu orang lain. Aku sering kepikiran dan takut sepatuku bakal dituker
orang. Dan Allah tidak suka yang seperti itu. Sekarang hilang sungguhan.
Walaupun hanya aksesorisnya aja. Dan hilangnya aksesoris itu aku tidak tau
bagaimana bisa hilang. Yang jelas semua tidak akan terjadi tana kehendak Allah. Mungkin dari kejadian ini Allah
sebenernya ingin menghilangkan sifat keduniaanku itu. Allah tidak ingin aku memiliki
bibit cinta dunia yang membuatku tidak tenang dengan ibadah yang aku jalankan..
Itulah kenapa Rasulullah bahkan juga pernah minta tali sendalnya diganti dengan
tali yang sudah usang karena tli sendal barunya mengalihkan sedikit perhatian
dari ibadah yang beliau lakukan.
Walaupun agak gelo juga
sebenarnya *bhs Jawa masih agak kepikiran* tapi aku coba latih ahtiku untuk
mengikhlaskan. Aku ridho aksesoris itu hilang kalau itulah yang sering jadi
sebab kotornya hatiku. Subhanallah. Dari hal kecil ini Allah menyelipkan sebuah
hikmah yang sangat besar dalam hatiku.
Dengan meluruskan hati
aku ingin beranjak meninggalkan masjid. Tapi tiba-tiba hujan turun begitu
derasnya. Dan akupun memutuskan untuk duduk di pelataran masjid sambil menunggu
hujan itu reda. Aku lihat sepasang sepatu yang aku sukai itu. Sepatu yang sudah
tidak seindah yang aku lihat sebelumnya. Di tengah kebisingan derasnya suara
air yang jatuh dari atap Allah ternyata tidak hanya air yang turun tapi Allah
juga menurunkan hikmahnya lagi dalam hatiku. Teringan sebuah kalimat hikmah
yang dikirim oleh salah seorang pendengar
waktu aku siaran hari jum’at lalu tentang sepasang sepatu. Bahwa bagaimanapun
bagusnya sebuah sepatu maka ia tidak akan bermanfaat dan tidak lagi berharga
saat satu sisinya sudah tidak ada. Demikian juga dengan sepatuku saat ini.
Walaupun yang hilang cuman hiasannya , dan walaupun sepatu itu emang masih bisa
dipakai tapi jadi kurang indah dilihat dengan satu hiasan di satu sisi saja.
Demikian juga dalam sebuah rumah tangga saat hiasan yang bisa mepercantik
jalinan kasihnya itu sudah hilang maka kehidupan rumahtangga itupun akan jadi
kurang indah. Jadi biar tidak aneh sekalian aja aku ambil aksesoris satunya.
Semoga walaupun aku kehilangan aksesoris sepatuku, tapi Allah menggantinya
dengan aksesoris baru yang bisa memperindah jalinan rumahtanggaku. Amin ^___^
No comments:
Post a Comment