Assalamu'alaikum

Tiada kesempurnaan hari tanpa dimulai dengan pagi...Tiada kesempurnaan ibadah tanpa dimulai dengan Bismillah...Tiada kesempurnaan lisan tanpa di Mulai dengan Tersenyum ^___^ Assalamu'alaikum..Selamat berlayar di samudra Inspirasiku...Semoga sedikit yang aku tuang bisa bermanfaat untuk semua...Salam Persahabatan...^____^




Thursday, March 13, 2014

Bu Risma dalam Dilema

“Bagaikan akar sebuah pohon, yang berusaha mencari makan walaupun berada di bawah. Namun, tetap dilakukan demi menegakkan pohon supaya kokoh dan rindang.”
Itulah ungkapan salah seorang warga Surabaya yang diliput media, saat beliau dimintai tanggapan tentang niatan Ibu Risma untuk mengundurkan diri sebagai Wali Kota Surabaya.

***

Salah satu warga dari Pulau Sumatera pun tak kalah urun pendapatnya, “Mundur dari kursinya sebagai Wali Kota bukan keputusan yang tepat, karena memang pihak oposisinya sengaja membuat perkara yang menjadikan Ibu Risma ingin mundur dari jabatannya!” 



Kontroversi mundurnya Ibu Risma memang sedang marak dibicarakan di berbagai media. Tidak hanya dibicarakan di Kota Buaya saja, namun polemik itu sudah menjadi trending topic di berbagai wilayah Nusantara. 

Begitu banyak warga mengungkapkan kebanggaannya, sekaligus menyayangkan niatan Ibu Risma untuk melepaskan gelar Wali Kota yang saat ini disandangnya. Karena animo masyarakat merasakan begitu banyak perubahan positif, semenjak Surabaya berada dalam kepemimpinannya. Namun, di sisi lain banyaknya pertimbangan dari kondisi yang terjadi, membuat Ibu Risma gerah dan lelah sehingga niatan mundur pun menjadi salah satu sulusi yang mungkin akan ditempuhnya.

Wanita kelahiran Kediri, pada hari Senin, 20 November 1961 yang memiliki nama lengkap Ir. Tri Rismaharini M.T, atau yang lebih akrab dengan panggilan Risma ini memang layak dicungi jempol.
Beliau memiliki impian untuk menjadikan Kota terbesar no.2 di Indonesia ini, sebagai kota terbaik di dunia. Dan ini bukan omong kosong. Terbukti, selama 3 tahun masa jabatan beliau sejak tahun 2010, dengan ‘gaya khas blusukannya’, Ibu Risma mampu membawa begitu banyak perubahan di Kota Surabaya. 51 penghargaan pun diterima Surabaya di bawah kepemimpinannya. Yang terhangat, Ibu Risma mendapat penghargaan “Mayor of The Month February 2014” alias wali kota terbaik di bulan Februari 2014 dari City Mayor Foundation. Not only that, Ibu Risma juga terpilih sebagai “Wali Kota Terbaik Dunia” versi Citymayors.com. Amazing! 

Salah satu hal yang membuat saya terhenyak, saat membaca cerita perjalanan beliau selama menjalankan perannya sebagai Wali Kota, beliau benar-benar bak koboi di siang bolong. #halah. 

Maksudnya, itu untuk menggambarkan betapa lincahnya beliau saat menangani masalah di lapangan. Tidak seperti para pemimpin pada umumnya, yang identik dengan otoritas yang kadang hanya ‘memainkan telunjuk’ untuk mengorganisir anggota yang berada di bawah kepemimpinannya. Dengan gaya blusukannya tanpa media, Ibu Risma tidak risih walau harus turun tangan untuk membersihkan gorong-gorong saat hujan lebat demi mencegah terjadinya banjir. Tidak hanya itu, turun langsung ke lapangan untuk mengatasi kebakaran pun beliau lakukan. Dan yang lebih extreem lagi, beliau juga pernah turun ke jalan untuk mengatur jalannya lalu lintas. Dan masih banyak lagi aksi turun lapangan yang sering beliau lakukan demi totalitas kepemimpinannya di Kota Pahlawan itu.

Inilah beberapa contoh gambar aksi-aksi nekat Ibu Risma yang ter-publish oleh media

Bu Risma ikut membersihkan kota
Bu Risma ikut membersihkan kota


Ohh Bu Risma Bu Risma ikut angkat pohon tumbang



Bu Risma ikut ngatur jalan
Bu Risma ikut ngatur jalan

Bu Risma ikut narik selang saat ada kebakaran
Bu Risma ikut narik selang saat ada kebakaran


Sangat jaaauuh berbeda dengan pemimpin-pemimpin wanita sebelumnya yang tampil glamour, kan?
Mungkin ada sebagian orang mengatakan tindakan beliau itu terlalu lebay. Namun, berdasarkan penuturan yang pernah beliau utarakan di tayangan Mata Najwa, alasan Ibu Risma turut terjun langsung seperti itu adalah untuk percepatan agar permasalahan yang terjadi bisa segera terselesaikan. Sehingga, masalah yang terjadi di masyarakat tidak terus menumpuk karena keterlambatan respon dari pemerintahan. Memang alasan beliau masuk akal dan sangat bisa diterima. #Good

Hikmah lain yang beliau dapatkan dengan tradisi blusukan ke desa-desa, menjadikan beliau dekat dengan warga dan beliau pun bisa mengetahui dengan lebih cepat kondisi masyarakat yang sedang membutuhkan uluran tangan beliau. Tak hanya itu, begitu banyak cerita yang menggerimiskan hati yang beliau temui di masyarakat, diantaranya beberapa kisah warga yang beliau temui dalam proyek penutupan Lokalisasi Doli.
Kisah dan prestasi Ibu Risma mungkin sudah banyak ditulis dalam artikel-artikel lain yang berjejer di berbagai sosmed, sehingga saya rasa tidak perlu memperincikan di sini. Karena saat ini saya ingin membahas tentang dilema yang sekarang ini Ibu Risma hadapi, dalam masa jabatan yang sebenarnya belum saatnya disudahi. 

Berat. Itulah jawaban yang bisa saya baca dari sorotan mata beliau saat ditanya tentang keputusan untuk mundur dari jajaran pemerintahan. Bukan karena gila kehormatan. Bukan pula karena silau akan jabatan. Karena masyarakat pun sudah merasakan bahwa selama ini beliau mampu memimpin dengan hati. Hampir semua kebijakan pemerintah diputuskan dengan mempertimbangkan kata hati, bukan kata orang, kata uang, atau pun kata kepentingan golongan.
Rasa berat yang beliau rasa, semata-mata karena memikirkan nasib anak-anak dari kaum marginal yang selama ini beliau ayomi di masa jabatannya. Menetes air mata Ibu Risma saat berbicara tentang masa depan mereka, anak-anak bangsa—calon penerus dan pemegang tongkat estafet negara. Bagaimana jadinya negara ini jika para penerusnya tidak mampu mendapatkan hak akan pendidikannya. Jika mereka dipersulit soal penanganan kesehatannya. Itulah satu hal besar yang menjadi ganjalan sehingga melepaskan jabatan benar-benar menyisakan sebuah tanya yang saat ini belum mampu dijawabnya.

Sampai saat ini, Ibu Risma memang belum bisa memberikan janji kepada masyarakat bahwa dirinya akan tetap bertahan ataukah benar-benar akan melepas atribut yang disandangnya sebagai Wali Kota. Karena menurut beliau, menjabat sebagai Wali Kota bukanlah hal yang mudah. Menjabat Wali Kota bukan ajang mencari pamor dan popularitas. Itulah kenapa, saat mata Indonesia melirik beliau untuk dinobatkan sebagai Capres, beliau dengan sangat tegas mengatakan “TIDAK”. Bukan tanpa alasan, karena bagi beliau jabatan adalah amanah yang sangat berat. Jadi, terpilih menjadi pemimpin negara bukan hal yang bisa dijadikan ajang untuk meraih prestice. Karena di balik jabatan itu, ada tanggungjawab yang harus ditunaikan dengan baik. Dengan menyandang predikat itu, berarti jutaan nasib masyarakat berada di atas pundak beliau. Dan amanah jabatan itu harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah SWT.

Inilah poin yang menunjukkan ketulusan sebuah kepemimpinan yang sangat saya hargai. Di tengah-tengah perebutan kursi yang dilatarbelakangi tendensi lain keduniawian, sebaliknya Ibu Risma menyingkirkan itu semua demi kemurnian sebuah kepemimpinan.

Dari sederetan kisah perjalanan Ibu Risma dalam mengemban amanahnya itu, juga di tengah dilema yang saat ini menerpa beliau, mungkin hadist nabi ini bisa menjadi sedikit pencerahan sekaligus bahan pertimbangan untuk meneruskan langkah.

Kadang kebenaran itu memang pahit. Namun, ibarat obat, sepahit apapun harus kita telan demi sebuah kesembuhan dan kesehatan. Dimana saya pernah membaca sebuah hadist yang intinya tidak diperbolehkannya wanita memimpin sebuah negara.

Abu Bakrah berkata,

لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ « لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً »

“Tatkala ada berita sampai kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisro (gelar raja Persia dahulu) menjadi raja, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda, Tidak akan bahagia suatu kaum apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita”. ” (HR. Bukhari no. 4425)

Dari hadist itu jelas dikatakan bahwa sebenarnya tidak baik jika seorang wanita memimpin sebuah negara. Begitu banyak alasannya. Diantaranya alasan yang sangat simple, karena Wanita mengalami haidh, hamil, melahirkan, dan menyusui. Lalu, jika datang waktu seperti ini, wanita akan susah melaksanakan tanggungjawabnya sebagai pemimpin. Apakah ahsan, jika seorang ibu tiba-tiba meninggalkan putri yang masih dalam masa persusuan untuk pergi berperang membela negara? #so impossible

Alasan lainnya karena wanita itu mudah putus asa dan tidak sabar. Dan kita pun mungkin setuju, jika dikatakan bahwa kaum wanita itu lebih cenderung memainkan emosional dan perasaannya dibandingkan akal dan nalarnya—walaupun mungkin tidak bisa dipukul rata bahwa semua wanita sama.

Tapi ada contoh real dan sederhana yang sering kita lihat. Ketika ada kematian atau datangnya musibah, para wanita sering merespon dulu dengan melakukan hal-hal yang kadang merusak. Misalnya: Menangis histeris, menyakiti diri sendiri, menampar pipi, memecah barang-barang, dll. Padahal seorang pemimpin haruslah memiliki sifat sabar dan tabah.

Hal itulah yang mungkin bisa menjadi jawaban, atas video kemarahan Ibu Risma yang sempat ditayangkan di media, saat beliau menghadapi beberapa ketidakberesan pekerjaan teamnya di lapangan. Beliau sendiri mengakui, kemarahan-kemarahan itu akibat menumpuknya masalah yang berada di pundak beliau. #memang bukan porsi wanita.

Bukti lain bahwa kepemimpinan wanita di negara itu tidak disarankan, bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tidak pernah mengangkat pemimpin (amir) dari kaum wanita. Selain itu Imam shalat tidak pernah seorang wanita, melainkan seorang laki-laki. Bahkan beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika sakit tidaklah menyuruh istrinya untuk menjadi imam.

Sebenarnya masih banyak alasan-alasan lain yang bisa dijadikan sandaran agar wanita tidak menjadi pemimpin negara. Dan untuk alasan lebih lengkapnya bisa dibaca di artikel-artikel lainnya ya.
Lalu dimanakah kepemimpinan wanita?

Berdasarkan yang pernah saya baca, wanita lebih baik menjadi pemimpin di rumahnya, itu pun di bawah pengawasan suaminya. Mereka memimpin dalam hal yang khusus, terutama memelihara diri, mendidik anak dan memelihara harta suaminya. Tujuan dari ini semua, agar kebutuhan perbaikan keluarga teratasi oleh wanita, sedangkan perbaikan masyarakat nantinya dilakukan oleh kaum laki-laki. Allah Ta’ala berfirman,


وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab: 33)

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,


وَالْمَرْأَةُ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهْىَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

Dan wanita menjadi pemimpin di rumah suaminya, dia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai orang yang diurusnya.” (HR. Bukhari no. 2409)

Inilah ketentuan di dalam Islam. Tentunya jika dilaksanakan, kebaikan dan kejayaan akan diraih kaum muslimin sebagaimana yang pernah dialami para Rasul, para sahabatnya, dan generasi sesudahnya. Dan hukum islam itu dibuat semata-mata untuk kebaikan umat manusia.

Pro dan kontra itu pasti selalu ada. Jadi harapannya, untuk Ibu Risma yang saat ini dalam dilema dan sedang menantikan petunjuk-Nya, semoga bisa mendapat bimbingan jalan yang lurus untuk kebaikannya dan masyarakatnya. Sehingga tidak ada lagi kata-kata terucap dari bibir beliau, “Saya sampai tidak sempat mengurus anak-anak saya sendiri karena kesibukan saya mengurus warga Surabaya.”

Dan untuk kita para wanita pada umumnya. Masih banyak sekali ruang untuk kita dalam memberikan sumbangsih untuk negara. Tidak harus mengikuti para pengikut teori sekuler yang menyuarakan hak untuk kesetaraan gender atas nama emansipasi wanita. Karena dari dalam rumah, kita pun bisa berkarya. Dari dalam rumah, kita pun bisa bermanfaat untuk negara, dunia dan agama. Dari rumah kita pun kita bisa mengubah dunia dengan pemikiran kita, tanpa meninggalkan tugas utama kita yaitu mengayomi keluarga dan mendidik anak-anak kita agar menjadi generasi yang menyejukkan mata.

Bu Risma dengan kapabilitasnya, saya yakin beliau mampu menjadi motor dan agen perubahan bagi sekitarnya. Entah itu dengan meneruskan jabatannya sebagai Wali Kota Surabaya, ataukah memutar langkah sebagai tokoh pergerakan di bidang lainnya.

Semoga Allah selalu menuntun langkahmu Ibu. I’m proud of you… :)

Artikel ini telah dipublish di Kompasiana http://sosok.kompasiana.com/2014/03/12/ibu-risma-dalam-dilema-638408.html

No comments:

Post a Comment

Download